can you hear my heart?

can you hear my heart?

Senin, 07 November 2011

[Fanfiction] Tonight


Tonight such a beautiful night sing with me now 2011 follow me
Big bang big bang we’re back again one more time say
No way no way neomu swipge tto nami dwae
Big bang big bang don’t stop let’s play
Ok ok go go go

I think I’m going to go crazy, I’m probably getting tired (why)
Nah, I think I’m just fed up, I’m already bored, you’re dull
I’m a bad boy that can’t be satisfied with one girl, but I’m nice
I’m not falling for you because I can’t stand it, let me blow ya mind


            Malam itu malam yang melelahkan bagiku. Setelah melakukan recording seharian, tubuhku belum beristirahat dengan layak semenjak tiga bulan yang  lalu. Bekerja tanpa henti, siang, malam kuhabiskan di ruang kerjaku, berfikir keras untuk menciptakan musik yang hebat.
            Jika dihitung-hitung dua hari ini aku belum tidur. Memikirkan bagaimana album ini harus selesai secepat mungkin dan hasilnya harus sebaik mungkin. Ini come back kami dan aku tak mau membuat orang-orang yang mendukung kami, yang menunggu kami untuk waktu dua tahun terakhir ini, kecewa dengan musik yang kurang matang.
            Aku mengemudikan mobilku. Traffic light membuat laju mobilku berhenti. Aku menoleh kesekeliling, larut malam begini, namun kota ini masih saja ramai. Toko-toko masih ramai didatangi pengunjung. Dan kulihat di sudut jalan, ada sebuah klub malam. Banyak orang yang masuk ke dalam tempat itu dan terbesitlah niatku untuk mengunjungi tempat itu juga. Kubanting stir mobilku.
            Dua orang wanita berpakaian seksi menyambutku. Mengantarku ke dalam. Dalam sini, seperti klub-klub malam lainnya, bising dengan orang-orang yang berjoget di dance floor. Aku duduk dan memesan hanya satu botol wiski, walau aku yakin satu botol wiski tak akan cukup untuk membuatku mabuk malam ini. Wiskiku datang dan aku meneguknya, satu tegukkan penuh dari gelas wiskiku.
            Kudengar suara gelas terbanting di atas meja, tepat disampingku, seorang gadis baru saja menaruh gelasnya. Sepertinya ia sudah lama disini, ia sudah mabuk. Matanya beler, tak fokus. Beberapa saat aku memperhatikannya, sampai akhirnya ia menyadari jika aku memperhatikannya. Ia menoleh kearahku, dan menatapku dengan matanya yang beler, dan wajahnya yang kacau.
            “Mengapa kau melihatku? Kau mau minum juga?” ia menuangkan bir ke dalam gelas wiskiku yang kosong, “Ini, minumlah, aku traktir.”
            “Tidak. Terimakasih,” jawabku.
            “Tak usah sungkan, aku banyak uang. Lihat ini,” dengan susah payah ia akhirnya berhasil mengambil segepok uang seratusribuan dari dalam tasnya, “Lihatlah, aku banyak uang! Maka, ayo temani aku minum.”
            “Maaf, Nona, kau sudah mabuk.”
            “Aku tidak mabuk!” serunya dengan nada suara yang dinaikkan satu oktaf, “Bukankah segalanya bisa di beli dengan uang?” katanya dan kini ia menerawang gelas miliknya, “Mobil mewah? Rumah mewah? Perhiasan? Dan cinta,” ia tertawa sinis, “Cinta saja bisa di beli dengan uang, jadi untuk menemaniku semalaman ini, kau mau kubayar berapa? Semua uang ini?” tawarnya.
            Gadis ini sangat kacau, ia berdiri walau sulit baginya untuk berdiri, ia sempoyongan, butuh beberapa saat untuk ia bisa berdiri dengan lebih baik. Ia memegangi tanganku, lalu menariknya.
            “Temani aku malam ini, dan semua uang ini untukmu,” katanya memperlihatkan segepok uang seratusribuan tadi, “Kau mau uang ini kan? Jumlah uang ini tak kurang dari sepuluh juta, tak mungkin ada orang yang meolak uang, bukankah manusia membutuhkan uang untuk hidup? Bukankah manusia membutuhkan uang untuk makan? ‘kita butuh uang untuk makan, cinta tak mungkin bisa memberi kita makan’ apa kau pernah mendengar ungkapan seperti itu?” setelah mengucapkan kalimat terakhirnya, ia berhenti berbicara. Matanya menerawang ke tempat yang sangat jauh, berdirinya mulai sempoyongan lagi. Bola matanya kini mulai berputar tiga ratus enampuluh derajat, dan tubuhnya bergerak seirama dengan ledakkan yang terjadi di dalam lambungnya, dorongan yang sangat kuat, hingga ia tak bisa menahan lebih lama lagi, ia muntah.
            Ia muntah? Astaga! Astaga! Astaga! Ia muntah dan mengenai celana juga sepatuku! Bartender yang melihat kejadian ini langsung menyuruhku untuk membawanya keluar.
            “Tidak, dia tidak bersamaku,” jelasku.
            “Tolong bawa ia keluar,” kata Bartender itu lagi seakan tidak mendengar kata-kataku tadi.
            “Tapi-“
            “Bawa dia, dan tolong bayar semua ini, ini billnya.”
            “Apa? Minta sama gadis ini, sudah kubilang aku tidak bersamanya, aku tak mengenalnya.”
            “Tolong bayar dan pergi dengan tenang atau aku panggilkan petugas keamanan untuk menarik kalian keluar.”
            “Yayaya, ini,” aku mengeluarkan beberapa lembar uang seratusribuan dan membayar semua tagihannya. Dengan terpaksa aku memapah gadis ini keluar. Sesampainya di luar, aku tak tahu apa yang harus aku lakukan dengan gadis yang pingsan ini. Aku mulai menarik perhatian orang-orang yang lewat, sebelum orang-orang ini sadar siapa aku, maka dari itu kumasukkan gadis ini ke dalam mobilku.

            Di dalam mobil, aku menggeledah isi tas gadis ini. Di dalamnya tak ada apa-apa, yang ada hanya beberapa gepok uang seratusribuan yang tadi ia tawarkan padaku. tak ada dompet, tak ada kartu pengenal. Siapa sebenarnya gadis ini?

When did we start, start losing the spark between us
We’re like a drained cola that’s lost its fizz
The first feeling of going numb, glancing at each other sideways
I’m not hanging myself over such a love, don’t wanna try no more

            Siapa sebenarnya gadis ini? Ia tak membawa kartu identitas, tak membawa apa-apa kecuali segepok uang seratusribuan yang bernilai tak kurang dari seratus juta. Apa ia habis merampok? Ia penjahat kalau begitu. Tidak, jika itu benar, ia pastilah buronan, dan aku kini sedang bersama dengan seorang buronan? Ini situasi yang sama sekali tidak menguntungkan bagiku, aku bisa saja dituduh karena berada di tempat dan waktu yang salah bersama seorang buronan.

            Tapi kalau dilihat-lihat lagi, gadis ini sangat kacau. Ia sepertinya sedang mengalami sesuatu yang buruk, yang membuatnya kehilangan pikirannya. Atau jangan-jangan uang itu ia dapat dari ibu pacaranya. Seperti di drama-drama sang ibu menyogok kekasih anaknya, agar kekasih anaknya itu tidak mengganggu putranya lagi. Kalau memang itu yang terjadi, kasihan juga gadis ini. Ia terlihat masih muda, mungkin usianya di bawah usiaku. Tapi ia harus mengalami hal yang seperti itu.

            Aku sedang memandanginya, ketika tiba-tiba ia mulai terbangun. Saat itu aku langsung memalingkan wajahku dari wajahnya.

            “Aku dimana?” tanyanya bingung.
            “Apa kau tak ingat dengan apa yang sudah kau lakukan padaku?”
            “Siapa kau?” tanyanya lagi.
            “Apa? Kau tidak ingat aku?” ia menggeleng-geleng, “Kau tidak ingat, beberapa menit lalu, kau baru saja menggodaku, memintamu untuk menemanimu malam ini dengan imbalan uang sepuluh juta yang ada di dalam tasmu, lalu, tiba-tiba kau muntah, dan kabar baiknya, kau muntah di sepatuku, dan lihatlah celanaku juga kena,” aku menunjukkan celanaku yang sudah kulepas, dan tak lupa sepatuku, “Yah kukira itu ceritanya, oh tidak, masih ada lagi cerita yang mau aku ceritakan untukmu, setelah itu, aku di usir dari klub malam itu, dan mereka meminta uang untuk membayar semua minuman yang sama sekali tak pernah kuminum, yang adalah minuman-minumanmu. Aku tak tahu siapa kau, aku tak menemukan satu pun identitasmu, jadi sebelum aku menarik perhatian orang banyak dengan memapah wanita yang pingsan, maka aku menaruhmu disini, di dalam mobilku,” selesai aku dengan penjelasan panjang lebarku, aku cukup terengah-engah juga.

            Gadis itu hanya ternganga melihatku, aku tahu ia mendengarkan semua keluh kesahku tadi, “Itu sebabnya kau hanya memakai boxer?”
            “Ya!”
            “Maafkan aku, aku, kupikir aku terlalu mabuk.”
            “Yah aku tahu, itu terlihat jelas dari wajahmu.”
            Di luar dugaanku, ia tersenyum tipis, “Wajahku sekarang pasti sangatlah hancur. Aku harus bagaimana?”
“Hmm, apa tawaramu tadi masih berlaku?”
“Tawaran apa? Satu malam sepuluh juta? Kupikir aku butuh uang itu, setelah apa yang kau lakukan padaku malam ini,” kataku dan astaga! Aku tak bisa percaya aku megatakan kata-kata ini!
“Hmm, ini semua sudah terjadi, dan kupikir malam ini akan sangat panjang dan aku tak mau menghabisakannya sendirian. Tapi,”
“Apa?”
“Bagaimana pertama-tama, memelikanmu sepasang baju dan celana? Aku tak mungkin menghabiskan malam dengan pria yang hanya memakai kolor.”
“Benar! Kau yang belikan.”
“Tenang, kau tahu kan aku punya uang seberapa banyak?”
Dan aku pun menancap gas mobilku.

I look for you, oh-eh-oh, below that moonlight that illuminates me
I look for you oh-eh-oh-oh-oh I don’t know where the end is but hey
Tonight tonight tonight tonight
I still don’t understand love, pitifully alone once again, tonight

Ia membelikanku sepasang jas berwarna hitam. Lalu aku kembali menancap gas mobilku, untuk mencapai tempat yang kami pun tak tahu tujuan kami sebenarnya. Tapi kami sudah memulainya, permainan ini, walau aku tahu hubungan semalam seperti ini tak akan ada artinya, aku pun tak perduli dengan cinta semalam seperti ini.

Dia dengan exited, memandangi pemandangan malam ini. Matanya berbinar-binar, berkilauan, terpantul dari kilauan lampu-lampu jalan dan lampu-lampu gedung yang berkelap-kelip. Mataku tak bisa terpaling dari wajahnya walau aku sedang menyupir, aku heran pada wanita ini, apa ia belum pernah melihat pemandangan malam seperti ini sebelumnya? Ia merasakan bahwa aku terus memperhatikannya, untuk itu ia menoleh ke arahku, dan tersenyum melihat aku yang kaget, karena ia tiba-tiba menoleh.

“Aku tak pernah menikmati pemandangan malam seperti ini,” katanya dan ia melihatku sedetik, “Kau bisa tidak percaya, tapi itulah kenyataanya. Aku ini anak rumahan yang tak bisa tidur diatas jam sembilan malam. Kau mau tahu yang lebih mengejutkan lagi? Tadi itu pertama kalinya aku ke klub malam.”

Terkejut? Ya aku terkejut. Sedikit tidak percaya dengan omongan wanita ini, namun setelah aku memperhatikan wajahnya yang sekarang sudah mulai terlihat lebih cerah dari pada tadi, aku bisa melihat segaris kepolosan dari wajahnya. Mungkin juga yang dikatakannya itu benar, wajahnya tak menyiratkan ia berbohong.

“Melihat dari berapa banyak bir yang kau habiskan, aku sedikit tak percaya,” kataku.
“Itulah kegilaan wanita yang hatinya sedang sakit,” jawabnya dengan masih memandang lampu-lampu gedung.
“Kau bertengkar dengan pacarmu?” tanyaku dan ia tidak menjawab. Kami kembali pada kebisuan. Aku menyupir dengan sunyi dan ia menikmati kesenangannya juga dengan kesunyian.

Tak terasa kami sudah pergi sangat jauh. Mobilku tak berhenti sampai akhirnya laju mobilku terhenti oleh hamparan laut.
“Pantai!!!” teriak wanita itu senang, “Aku tak pernah ke pantai di malam hari. Apalagi tengah malam seperti ini!”
“Lama-lama kok aku merasa kau ini norak yah.,” sindirku, tapi aku juga ikut turun dari dalam mobil dan mengikuti wanita itu ke tepi pantai.
Wanita itu sedang asyik dengan pasir pantai yang putih. Ia tak bisa mengontrol emosinya yang sedang meluap-luap, entah sudah berapa lama ia tidak ke pantai. Ia jingkrak-jingkrakan sampai berguling-guling di atas pasir. Dan saat aku sudah bisa pastikan ia sudah selesai dengan kesenangannya, aku baru berani mendekatinya. Duduk di sampingnya. Ia sedang terlentang sekarang.

“Boleh aku tahu siapa namamu?” tanyaku, pertanyaan penting seperti ini aku pun sudah melupakannya dari tadi.
“Apalah arti sebuah nama?” jawabnya.
“Tentu saja berarti, bagaimana caraku memanggilmu, jika aku tak tahu namamu.”
“Harum mawar tetaplah harus mawar, andaikan mawar berganti dengan nama lain,” ujarnya.
“Sepertinya aku pernah mendengar ungkapan seperti ini sebelumnya, tapi dimana ya?”
“Tentu saja, semua orang tahu itu adalah kata-kata Shakespeare dalam Romeo and Juliet.”
“Pantas,” aku terdiam sejenak, baru setelah itu mulai berkata lagi, “Apakah kau tetap tidak bersedia menyebutkan namamu?”
“Bagaimana jika tidak tetap menjadi jawabanku?”
“Kalau begitu baiklah, aku akan mencari tahunya sendiri.”
“Coba saja cari tahu sendiri.”

Ia bangkit, dan ia mulai berlari ke air laut, “Kemarilah!” serunya dan aku menggeleng, “Kemarilah!” ia menyiramkan air ke wajahku dan tanpa kuduga hal itu membuatku bersemangat. Aku membalasnya, kusiram ia dengan air laut juga. Kami pun basah, di tengah malam yang dingin. Angin bertiup dan menusuk kulit kami sampai ke tulang. Aku sedikit menggigil, dan aku tahu ia lebih menggigil daripada aku, pakaiannya tipis.

Aku mengambil jasku, dan menyelimuti tubuhnya yang basah kuyup, “Kurasa ini sudah harus berakhir, kita pulang,” ajakku, namun diluar dugaan ia menahan tanganku, “Aku masih ingin bersamamu,” katanya, aku sedikit kaget.

“Kau menggigil. Ini malam yang dingin, kau bisa masuk angin jika disini terus.”
“Kita bisa cari tempat yang lebih hangat.”
“Dimana maksudmu?” tanyaku, aku mengenali pernyataan menjurus seperti ini.
“Entahlah, mungkin hotel, dan jika ditempat seperti ini tak ada hotel, kita bisa mencari tempat penginapan lain.”
Aku tercengang, walau aku tahu jawabnya akan seperti ini. Aku menyetujuinya, kami memang harus menemukan tempat untuk menginap. Mengingat sekarang baju kami basah semuanya, sampai ke celana dalamku juga basah, dan juga sekarang sudah terlalu larut malam untuk melanjutkan perjalanan pulang.
I’m scared that these stars will hurt me (so what so what)
I miss the moment when I first met you (no more no more)
Bad when it comes to pain like that, I try to avoid it
But You know that I love you girl girl girl

Kami mencari penginapan dan tak lama kami mencari, kami sudah bisa menemukan sebuah motel kecil. Aku tak yakin bisa menginap di motel seperti ini, tapi mau bagaimana lagi, kami pun memasukinya. Seorang penjaga menyambut kami. Penjaga itu adalah seorang kakek paruh baya, ia menyambut kami dengan perkataan, “Satu kamar penuh cinta?”

“Apa maksudnya?” tanyaku.
“Aku juga tidak mengerti.”
“Eee begini, kami butuh dua kamar,” kataku pada kakek paruh baya itu.
“Dua kamar?” ia balik bertanya.
“Iya,” jawabku.
“Terpisah?”
“Tentu saja.”
“Jarang sekali ada pasangan yang menginginkan kamar yang terpisah,” katanya heran.
“Kami bukan pasangan,” kataku.
Ia menatap kami berdua, “Baiklah, dua kamar, kalian beruntung, kamarnya memang tinggal dua.”
“Paman! Satu kamar seperti biasa!” teriak seorang pria yang baru saja datang. Pria itu terlihat mabuk sambil merangkul seorang wanita di pundaknya.
“Maaf, Gyo Bin, tapi kamarnya sudah lebih dahulu dipesan oleh mereka.”
“Ya! Kakek! Kau tahu kan siapa aku? Jika aku memberitahukan ini pada ayahku, tempat ini bisa digusur! Kau mau!” katanya dengan nada mengancam dan membentak.
“Biar saja dia ambil kamar itu.”
“Nah begitu dong, ngomong-ngomong kau cantik juga.”
“Sudahlah Gyo Bin. Ambil ini kunci kamarmu.”
“Terimakasih kakek tua!” dan ia pun pergi.
“Tapi, kita bagaimana?” tanyaku.
“Masih ada satu kamar kan?”
“Apa?”
“Kau ingin kedinginan di luar?”
“Tidak.”

My personality to drag it out, say no, with cold lips, I-I-I freeze you
Take ma soul take ma heart back a new excitement, get that
Love is not for me, don’t think too much it’s simple

            Udara tetap dingin walau kami berada di dalam kamar. Kamar ini sepertinya tidak memiliki penghangat. Satu-satunya benda yang bisa menghangatkan hanyalah sebuah selimut yang ada di atas ranjang itu. Rasanya aku ingin segera loncat ke dalam ranjang itu dan tidur di bawah selimut, namun mengingat penghuni kamar ini tak hanya aku seorang, maka langsung kuurungkan niatku itu.

            Di sela-sela khayalanku tentang selimut, aku mendengar suara gemeletuk dari gigi-gigi yang beradu. Adalah wanita yang berada tak jauh dariku.

            “Akan kutanyakan pada kakek, apa ia memiliki baju yang bisa dipinjamkan untuk kita,” kataku.
            “Tak usah,” katanya dan ia menahan tanganku ketika aku baru saja ingin membuka pintu kamar.

            Ia menatapku, tatapannya aneh. Ada sesuatu yang membara, kemarahan, kebencian, dan hasrat, namun aku bisa melihat kehangatan dan kesepian dalam dirinya. Entah sejak kapan aku membiarkan perasaan ini terlarut, namun dalam sepersekian detik, aku sudah bisa merasakan rasa bibirnya yang dingin seperti es. Ia kedinginan dan aku ikut membeku karenanya.

            Dan inilah, saat dimana jiwa dan hati kami bersatu. Malam yang indah, malam yang dingin, dan malam yang tak akan terlupakan, untuk sebuah cinta satu malam. Entah apa yang akan terjadi pada kami esok atau beberapa jam lagi, tapi yang kami tahu, malam ini terlalu indah untuk dihabiskan sendirian, kami ingin menghabiskan malam yang indah ini bersama.

neoreul chajaseo oeo nal bichwojuneun jeo dalbicharaero
geudael chajaseo oeooo kkeuchi eodinjineun moreugetjiman hey
Tonight tonight tonight tonight
ajik nan sarangeul molla tto hollo gayeoun i bam

annyeongiran marui seulpeun uimi eoduun geurimjaneun garyeojigo
nae maeum sok ijeobeorin neoreul hyanghan naui gieok

neoreul chajaseo oeo nal bichwojuneun jeo dalbicharaero (jeo dalbicharaero)
geudael chajaseo oeooo(o geudae o baby)kkeuchi eodinji moreugetjiman hey (eodinji molla)
Tonight tonight tonight tonight
ajik nan sarangeul molla (sarangeul molla nan) tto hollo gayeoun i bam

neoreul chajaseo oeo(tonight ) nal bichwojuneun jeo dalbicharaero (such a beautiful night)
geudael chajaseo oeooo kkeuchi eodinji moreugetjiman (goodnight)


            Malam ini, malam yang indah, selamat tidur sayang…







             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar