Tonight such a beautiful night sing
with me now 2011 follow me
Big bang big bang we’re back again
one more time say
No way no way neomu swipge tto nami dwae
Big bang big bang don’t stop let’s play
Ok ok go go go
No way no way neomu swipge tto nami dwae
Big bang big bang don’t stop let’s play
Ok ok go go go
I think I’m going to go crazy, I’m
probably getting tired (why)
Nah, I think I’m just fed up, I’m already bored, you’re dull
I’m a bad boy that can’t be satisfied with one girl, but I’m nice
I’m not falling for you because I can’t stand it, let me blow ya mind
Nah, I think I’m just fed up, I’m already bored, you’re dull
I’m a bad boy that can’t be satisfied with one girl, but I’m nice
I’m not falling for you because I can’t stand it, let me blow ya mind
Malam itu malam yang melelahkan bagiku. Setelah melakukan recording seharian, tubuhku belum beristirahat dengan layak semenjak tiga bulan yang lalu. Bekerja tanpa henti, siang, malam kuhabiskan di ruang kerjaku, berfikir keras untuk menciptakan musik yang hebat.
Jika
dihitung-hitung dua hari ini aku belum tidur. Memikirkan bagaimana album ini
harus selesai secepat mungkin dan hasilnya harus sebaik mungkin. Ini come back
kami dan aku tak mau membuat orang-orang yang mendukung kami, yang menunggu
kami untuk waktu dua tahun terakhir ini, kecewa dengan musik yang kurang
matang.
Aku
mengemudikan mobilku. Traffic light membuat laju mobilku berhenti. Aku menoleh
kesekeliling, larut malam begini, namun kota
ini masih saja ramai. Toko-toko masih ramai didatangi pengunjung. Dan kulihat
di sudut jalan, ada sebuah klub malam. Banyak orang yang masuk ke dalam tempat
itu dan terbesitlah niatku untuk mengunjungi tempat itu juga. Kubanting stir
mobilku.
Dua
orang wanita berpakaian seksi menyambutku. Mengantarku ke dalam. Dalam sini,
seperti klub-klub malam lainnya, bising dengan orang-orang yang berjoget di
dance floor. Aku duduk dan memesan hanya satu botol wiski, walau aku yakin satu
botol wiski tak akan cukup untuk membuatku mabuk malam ini. Wiskiku datang dan
aku meneguknya, satu tegukkan penuh dari gelas wiskiku.
Kudengar
suara gelas terbanting di atas meja, tepat disampingku, seorang gadis baru saja
menaruh gelasnya. Sepertinya ia sudah lama disini, ia sudah mabuk. Matanya
beler, tak fokus. Beberapa saat aku memperhatikannya, sampai akhirnya ia menyadari
jika aku memperhatikannya. Ia menoleh kearahku, dan menatapku dengan matanya
yang beler, dan wajahnya yang kacau.
“Mengapa
kau melihatku? Kau mau minum juga?” ia menuangkan bir ke dalam gelas wiskiku
yang kosong, “Ini, minumlah, aku traktir.”
“Tidak.
Terimakasih,” jawabku.
“Tak
usah sungkan, aku banyak uang. Lihat ini,” dengan susah payah ia akhirnya
berhasil mengambil segepok uang seratusribuan dari dalam tasnya, “Lihatlah, aku
banyak uang! Maka, ayo temani aku minum.”
“Maaf,
Nona, kau sudah mabuk.”
“Aku
tidak mabuk!” serunya dengan nada suara yang dinaikkan satu oktaf, “Bukankah
segalanya bisa di beli dengan uang?” katanya dan kini ia menerawang gelas
miliknya, “Mobil mewah? Rumah mewah? Perhiasan? Dan cinta,” ia tertawa sinis,
“Cinta saja bisa di beli dengan uang, jadi untuk menemaniku semalaman ini, kau
mau kubayar berapa? Semua uang ini?” tawarnya.
Gadis
ini sangat kacau, ia berdiri walau sulit baginya untuk berdiri, ia sempoyongan,
butuh beberapa saat untuk ia bisa berdiri dengan lebih baik. Ia memegangi
tanganku, lalu menariknya.
“Temani
aku malam ini, dan semua uang ini untukmu,” katanya memperlihatkan segepok uang
seratusribuan tadi, “Kau mau uang ini kan?
Jumlah uang ini tak kurang dari sepuluh juta, tak mungkin ada orang yang meolak
uang, bukankah manusia membutuhkan uang untuk hidup? Bukankah manusia
membutuhkan uang untuk makan? ‘kita butuh uang untuk makan, cinta tak mungkin
bisa memberi kita makan’ apa kau pernah mendengar ungkapan seperti itu?”
setelah mengucapkan kalimat terakhirnya, ia berhenti berbicara. Matanya
menerawang ke tempat yang sangat jauh, berdirinya mulai sempoyongan lagi. Bola
matanya kini mulai berputar tiga ratus enampuluh derajat, dan tubuhnya bergerak
seirama dengan ledakkan yang terjadi di dalam lambungnya, dorongan yang sangat
kuat, hingga ia tak bisa menahan lebih lama lagi, ia muntah.
Ia
muntah? Astaga! Astaga! Astaga! Ia muntah dan mengenai celana juga sepatuku! Bartender
yang melihat kejadian ini langsung menyuruhku untuk membawanya keluar.
“Tidak,
dia tidak bersamaku,” jelasku.
“Tolong
bawa ia keluar,” kata Bartender itu lagi seakan tidak mendengar kata-kataku
tadi.
“Tapi-“
“Bawa
dia, dan tolong bayar semua ini, ini billnya.”
“Apa?
Minta sama gadis ini, sudah kubilang aku tidak bersamanya, aku tak mengenalnya.”
“Tolong
bayar dan pergi dengan tenang atau aku panggilkan petugas keamanan untuk
menarik kalian keluar.”
“Yayaya,
ini,” aku mengeluarkan beberapa lembar uang seratusribuan dan membayar semua
tagihannya. Dengan terpaksa aku memapah gadis ini keluar. Sesampainya di luar,
aku tak tahu apa yang harus aku lakukan dengan gadis yang pingsan ini. Aku
mulai menarik perhatian orang-orang yang lewat, sebelum orang-orang ini sadar
siapa aku, maka dari itu kumasukkan gadis ini ke dalam mobilku.
Di
dalam mobil, aku menggeledah isi tas gadis ini. Di dalamnya tak ada apa-apa,
yang ada hanya beberapa gepok uang seratusribuan yang tadi ia tawarkan padaku.
tak ada dompet, tak ada kartu pengenal. Siapa sebenarnya gadis ini?
When did we start, start losing the
spark between us
We’re like a drained cola that’s lost its fizz
The first feeling of going numb, glancing at each other sideways
I’m not hanging myself over such a love, don’t wanna try no more
We’re like a drained cola that’s lost its fizz
The first feeling of going numb, glancing at each other sideways
I’m not hanging myself over such a love, don’t wanna try no more
Siapa sebenarnya gadis ini? Ia tak
membawa kartu identitas, tak membawa apa-apa kecuali segepok uang seratusribuan
yang bernilai tak kurang dari seratus juta. Apa ia habis merampok? Ia penjahat
kalau begitu. Tidak, jika itu benar, ia pastilah buronan, dan aku kini sedang
bersama dengan seorang buronan? Ini situasi yang sama sekali tidak
menguntungkan bagiku, aku bisa saja dituduh karena berada di tempat dan waktu
yang salah bersama seorang buronan.
Tapi kalau dilihat-lihat lagi, gadis
ini sangat kacau. Ia sepertinya sedang mengalami sesuatu yang buruk, yang
membuatnya kehilangan pikirannya. Atau jangan-jangan uang itu ia dapat dari ibu
pacaranya. Seperti di drama-drama sang ibu menyogok kekasih anaknya, agar kekasih
anaknya itu tidak mengganggu putranya lagi. Kalau memang itu yang terjadi,
kasihan juga gadis ini. Ia terlihat masih muda, mungkin usianya di bawah
usiaku. Tapi ia harus mengalami hal yang seperti itu.
Aku sedang memandanginya, ketika
tiba-tiba ia mulai terbangun. Saat itu aku langsung memalingkan wajahku dari
wajahnya.
“Aku dimana?” tanyanya bingung.
“Apa kau tak ingat dengan apa yang
sudah kau lakukan padaku?”
“Siapa kau?” tanyanya lagi.
“Apa? Kau tidak ingat aku?” ia
menggeleng-geleng, “Kau tidak ingat, beberapa menit lalu, kau baru saja
menggodaku, memintamu untuk menemanimu malam ini dengan imbalan uang sepuluh juta
yang ada di dalam tasmu, lalu, tiba-tiba kau muntah, dan kabar baiknya, kau
muntah di sepatuku, dan lihatlah celanaku juga kena,” aku menunjukkan celanaku
yang sudah kulepas, dan tak lupa sepatuku, “Yah kukira itu ceritanya, oh tidak,
masih ada lagi cerita yang mau aku ceritakan untukmu, setelah itu, aku di usir
dari klub malam itu, dan mereka meminta uang untuk membayar semua minuman yang
sama sekali tak pernah kuminum, yang adalah minuman-minumanmu. Aku tak tahu
siapa kau, aku tak menemukan satu pun identitasmu, jadi sebelum aku menarik
perhatian orang banyak dengan memapah wanita yang pingsan, maka aku menaruhmu
disini, di dalam mobilku,” selesai aku dengan penjelasan panjang lebarku, aku
cukup terengah-engah juga.
Gadis itu hanya ternganga melihatku,
aku tahu ia mendengarkan semua keluh kesahku tadi, “Itu sebabnya kau hanya
memakai boxer?”
“Ya!”
“Maafkan aku, aku, kupikir aku
terlalu mabuk.”
“Yah aku tahu, itu terlihat jelas
dari wajahmu.”
Di luar dugaanku, ia tersenyum
tipis, “Wajahku sekarang pasti sangatlah hancur. Aku harus bagaimana?”
“Hmm, apa tawaramu tadi masih berlaku?”
“Tawaran apa? Satu malam sepuluh juta? Kupikir aku butuh
uang itu, setelah apa yang kau lakukan padaku malam ini,” kataku dan astaga!
Aku tak bisa percaya aku megatakan kata-kata ini!
“Hmm, ini semua sudah terjadi, dan kupikir malam ini akan
sangat panjang dan aku tak mau menghabisakannya sendirian. Tapi,”
“Apa?”
“Bagaimana pertama-tama, memelikanmu sepasang baju dan
celana? Aku tak mungkin menghabiskan malam dengan pria yang hanya memakai
kolor.”
“Benar! Kau yang belikan.”
“Tenang, kau tahu kan
aku punya uang seberapa banyak?”
Dan aku pun menancap gas mobilku.
I look for you, oh-eh-oh, below that
moonlight that illuminates me
I look for you oh-eh-oh-oh-oh I don’t know where the end is but hey
Tonight tonight tonight tonight
I still don’t understand love, pitifully alone once again, tonight
I look for you oh-eh-oh-oh-oh I don’t know where the end is but hey
Tonight tonight tonight tonight
I still don’t understand love, pitifully alone once again, tonight
Ia membelikanku sepasang jas berwarna hitam. Lalu aku
kembali menancap gas mobilku, untuk mencapai tempat yang kami pun tak tahu
tujuan kami sebenarnya. Tapi kami sudah memulainya, permainan ini, walau aku
tahu hubungan semalam seperti ini tak akan ada artinya, aku pun tak perduli
dengan cinta semalam seperti ini.
Dia dengan exited, memandangi pemandangan malam ini. Matanya
berbinar-binar, berkilauan, terpantul dari kilauan lampu-lampu jalan dan
lampu-lampu gedung yang berkelap-kelip. Mataku tak bisa terpaling dari wajahnya
walau aku sedang menyupir, aku heran pada wanita ini, apa ia belum pernah
melihat pemandangan malam seperti ini sebelumnya? Ia merasakan bahwa aku terus
memperhatikannya, untuk itu ia menoleh ke arahku, dan tersenyum melihat aku
yang kaget, karena ia tiba-tiba menoleh.
“Aku tak pernah menikmati pemandangan malam seperti ini,”
katanya dan ia melihatku sedetik, “Kau bisa tidak percaya, tapi itulah
kenyataanya. Aku ini anak rumahan yang tak bisa tidur diatas jam sembilan
malam. Kau mau tahu yang lebih mengejutkan lagi? Tadi itu pertama kalinya aku
ke klub malam.”
Terkejut? Ya aku terkejut. Sedikit tidak percaya dengan
omongan wanita ini, namun setelah aku memperhatikan wajahnya yang sekarang
sudah mulai terlihat lebih cerah dari pada tadi, aku bisa melihat segaris
kepolosan dari wajahnya. Mungkin juga yang dikatakannya itu benar, wajahnya tak
menyiratkan ia berbohong.
“Melihat dari berapa banyak bir yang kau habiskan, aku
sedikit tak percaya,” kataku.
“Itulah kegilaan wanita yang hatinya sedang sakit,” jawabnya
dengan masih memandang lampu-lampu gedung.
“Kau bertengkar dengan pacarmu?” tanyaku dan ia tidak
menjawab. Kami kembali pada kebisuan. Aku menyupir dengan sunyi dan ia menikmati
kesenangannya juga dengan kesunyian.
Tak terasa kami sudah pergi sangat jauh. Mobilku tak
berhenti sampai akhirnya laju mobilku terhenti oleh hamparan laut.
“Pantai!!!” teriak wanita itu senang, “Aku tak pernah ke
pantai di malam hari. Apalagi tengah malam seperti ini!”
“Lama-lama kok aku merasa kau ini norak yah.,” sindirku,
tapi aku juga ikut turun dari dalam mobil dan mengikuti wanita itu ke tepi
pantai.
Wanita itu sedang asyik dengan pasir pantai yang putih. Ia
tak bisa mengontrol emosinya yang sedang meluap-luap, entah sudah berapa lama
ia tidak ke pantai. Ia jingkrak-jingkrakan sampai berguling-guling di atas
pasir. Dan saat aku sudah bisa pastikan ia sudah selesai dengan kesenangannya,
aku baru berani mendekatinya. Duduk di sampingnya. Ia sedang terlentang
sekarang.
“Boleh aku tahu siapa namamu?” tanyaku, pertanyaan penting
seperti ini aku pun sudah melupakannya dari tadi.
“Apalah arti sebuah nama?” jawabnya.
“Tentu saja berarti, bagaimana caraku memanggilmu, jika aku
tak tahu namamu.”
“Harum mawar tetaplah harus mawar, andaikan mawar berganti
dengan nama lain,” ujarnya.
“Sepertinya aku pernah mendengar ungkapan seperti ini
sebelumnya, tapi dimana ya?”
“Tentu saja, semua orang tahu itu adalah kata-kata
Shakespeare dalam Romeo and Juliet.”
“Pantas,” aku terdiam sejenak, baru setelah itu mulai
berkata lagi, “Apakah kau tetap tidak bersedia menyebutkan namamu?”
“Bagaimana jika tidak tetap menjadi jawabanku?”
“Kalau begitu baiklah, aku akan mencari tahunya sendiri.”
“Coba saja cari tahu sendiri.”
Ia bangkit, dan ia mulai berlari ke air laut, “Kemarilah!”
serunya dan aku menggeleng, “Kemarilah!” ia menyiramkan air ke wajahku dan
tanpa kuduga hal itu membuatku bersemangat. Aku membalasnya, kusiram ia dengan air
laut juga. Kami pun basah, di tengah malam yang dingin. Angin bertiup dan
menusuk kulit kami sampai ke tulang. Aku sedikit menggigil, dan aku tahu ia
lebih menggigil daripada aku, pakaiannya tipis.
Aku mengambil jasku, dan menyelimuti tubuhnya yang basah
kuyup, “Kurasa ini sudah harus berakhir, kita pulang,” ajakku, namun diluar
dugaan ia menahan tanganku, “Aku masih ingin bersamamu,” katanya, aku sedikit
kaget.
“Kau menggigil. Ini malam yang dingin, kau bisa masuk angin
jika disini terus.”
“Kita bisa cari tempat yang lebih hangat.”
“Dimana maksudmu?” tanyaku, aku mengenali pernyataan
menjurus seperti ini.
“Entahlah, mungkin hotel, dan jika ditempat seperti ini tak
ada hotel, kita bisa mencari tempat penginapan lain.”
Aku tercengang, walau aku tahu jawabnya akan seperti ini.
Aku menyetujuinya, kami memang harus menemukan tempat untuk menginap. Mengingat
sekarang baju kami basah semuanya, sampai ke celana dalamku juga basah, dan
juga sekarang sudah terlalu larut malam untuk melanjutkan perjalanan pulang.
I’m scared
that these stars will hurt me (so what so what)
I miss the moment when I first met you (no more no more)
Bad when it comes to pain like that, I try to avoid it
But You know that I love you girl girl girl
I miss the moment when I first met you (no more no more)
Bad when it comes to pain like that, I try to avoid it
But You know that I love you girl girl girl
Kami mencari penginapan dan tak lama kami mencari, kami
sudah bisa menemukan sebuah motel kecil. Aku tak yakin bisa menginap di motel
seperti ini, tapi mau bagaimana lagi, kami pun memasukinya. Seorang penjaga
menyambut kami. Penjaga itu adalah seorang kakek paruh baya, ia menyambut kami
dengan perkataan, “Satu kamar penuh cinta?”
“Apa maksudnya?” tanyaku.
“Aku juga tidak mengerti.”
“Eee begini, kami butuh dua kamar,” kataku pada kakek paruh
baya itu.
“Dua kamar?” ia balik bertanya.
“Iya,” jawabku.
“Terpisah?”
“Tentu saja.”
“Jarang sekali ada pasangan yang menginginkan kamar yang
terpisah,” katanya heran.
“Kami bukan pasangan,” kataku.
Ia menatap kami berdua, “Baiklah, dua kamar, kalian
beruntung, kamarnya memang tinggal dua.”
“Paman! Satu kamar seperti biasa!” teriak seorang pria yang
baru saja datang. Pria itu terlihat mabuk sambil merangkul seorang wanita di
pundaknya.
“Maaf, Gyo Bin, tapi kamarnya sudah lebih dahulu dipesan
oleh mereka.”
“Ya! Kakek! Kau tahu kan
siapa aku? Jika aku memberitahukan ini pada ayahku, tempat ini bisa digusur!
Kau mau!” katanya dengan nada mengancam dan membentak.
“Biar saja dia ambil kamar itu.”
“Nah begitu dong, ngomong-ngomong kau cantik juga.”
“Sudahlah Gyo Bin. Ambil ini kunci kamarmu.”
“Terimakasih kakek tua!” dan ia pun pergi.
“Tapi, kita bagaimana?” tanyaku.
“Masih ada satu kamar kan?”
“Apa?”
“Kau ingin kedinginan di luar?”
“Tidak.”
My personality to drag it out, say
no, with cold lips, I-I-I freeze you
Take ma soul take ma heart back a
new excitement, get that
Love is not for me, don’t think too much it’s simple
Love is not for me, don’t think too much it’s simple
Udara tetap dingin walau kami berada
di dalam kamar. Kamar ini sepertinya tidak memiliki penghangat. Satu-satunya
benda yang bisa menghangatkan hanyalah sebuah selimut yang ada di atas ranjang
itu. Rasanya aku ingin segera loncat ke dalam ranjang itu dan tidur di bawah
selimut, namun mengingat penghuni kamar ini tak hanya aku seorang, maka
langsung kuurungkan niatku itu.
Di sela-sela khayalanku tentang
selimut, aku mendengar suara gemeletuk dari gigi-gigi yang beradu. Adalah
wanita yang berada tak jauh dariku.
“Akan kutanyakan pada kakek, apa ia
memiliki baju yang bisa dipinjamkan untuk kita,” kataku.
“Tak usah,” katanya dan ia menahan
tanganku ketika aku baru saja ingin membuka pintu kamar.
Ia menatapku, tatapannya aneh. Ada sesuatu yang membara,
kemarahan, kebencian, dan hasrat, namun aku bisa melihat kehangatan dan
kesepian dalam dirinya. Entah sejak kapan aku membiarkan perasaan ini terlarut,
namun dalam sepersekian detik, aku sudah bisa merasakan rasa bibirnya yang
dingin seperti es. Ia kedinginan dan aku ikut membeku karenanya.
Dan inilah, saat dimana jiwa dan
hati kami bersatu. Malam yang indah, malam yang dingin, dan malam yang tak akan
terlupakan, untuk sebuah cinta satu malam. Entah apa yang akan terjadi pada
kami esok atau beberapa jam lagi, tapi yang kami tahu, malam ini terlalu indah
untuk dihabiskan sendirian, kami ingin menghabiskan malam yang indah ini
bersama.
neoreul chajaseo oeo nal
bichwojuneun jeo dalbicharaero
geudael chajaseo oeooo kkeuchi eodinjineun moreugetjiman hey
Tonight tonight tonight tonight
ajik nan sarangeul molla tto hollo gayeoun i bam
geudael chajaseo oeooo kkeuchi eodinjineun moreugetjiman hey
Tonight tonight tonight tonight
ajik nan sarangeul molla tto hollo gayeoun i bam
annyeongiran marui seulpeun uimi
eoduun geurimjaneun garyeojigo
nae maeum sok ijeobeorin neoreul hyanghan naui gieok
nae maeum sok ijeobeorin neoreul hyanghan naui gieok
neoreul chajaseo oeo nal bichwojuneun
jeo dalbicharaero (jeo dalbicharaero)
geudael chajaseo oeooo(o geudae o baby)kkeuchi eodinji moreugetjiman hey (eodinji molla)
Tonight tonight tonight tonight
ajik nan sarangeul molla (sarangeul molla nan) tto hollo gayeoun i bam
geudael chajaseo oeooo(o geudae o baby)kkeuchi eodinji moreugetjiman hey (eodinji molla)
Tonight tonight tonight tonight
ajik nan sarangeul molla (sarangeul molla nan) tto hollo gayeoun i bam
neoreul chajaseo oeo(tonight ) nal
bichwojuneun jeo dalbicharaero (such a beautiful night)
geudael chajaseo oeooo kkeuchi eodinji moreugetjiman (goodnight)
geudael chajaseo oeooo kkeuchi eodinji moreugetjiman (goodnight)
Malam ini, malam yang indah, selamat
tidur sayang…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar